Rabu, 23 Mei 2012

Tambora yang Agung di Mata Pendaki Gunung Oleh: Hasanuddin dalimunthe - para Pendaki gunung rabu, 23/05/2012 15:30:10 WIB

Kaldera Gunung Tambora (tamboratrek.com)


Kaldera Gunung Tambora (tamboratrek.com)



 Foto Selengkapnya:




Gunung Tambora menjadi saksi bisu meninggalnya Wamen ESDM Widjadjono Partowidagdo, hari Sabtu lalu. Di mata para pendaki, Tambora adalah raksasa tidur yang anggun. Kaldera di gunungnya adalah pelepas letih paling ampuh.

Tambora seperti raksasa yang tertidur lelap. Terakhir ia bangun dan mengamuk yaitu tahun 1815, ketika isi perutnya menyeruak ke angkasa. Dampaknya luar biasa, dengan abu yang menutupi hampir separuh bumi hingga Benua Eropa sana. Tapi semenjak amukannya yang terakhir itu, Tambora tak ubahnya Putri Salju. Ia punya kecantikan yang teduh. Bagi para pendaki, inilah salah satu gunung yang paling anggun.

Gunung Tambora terletak di dua kabupaten, yakni Dompu dan Bima di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Di mata para pendaki, menyebut namanya pun terasa 'agung'. Para pendaki profesional pasti melontarkan wacana untuk mendakinya. Termasuk juga, Widjadjono yang telah mendaki lebih dari 40 gunung di berbagai belahan dunia. Tapi, ini bukanlah kali pertama Wamen ESDM itu mendaki Tambora. Saat-saat terakhir hidupnya dihabiskan pada kali kedua pendakian gunung itu.

"Tapi untuk yang pertama kali ke sana, termasuk juga berkelompok, harus didampingi oleh guide lokal. Minimal, salah satu anggota kelompok sudah ada yang pernah ke sana," kata Harley Bayu Sastha, penulis seri buku 'Mountain Climbing for Everybody' sekaligus Redaktur majalah elektronik Mountmagz, dalam perbincangan telepon dengan detikTravel, Senin (23/4/2012).

Lanjut Harley, ada dua jalur untuk pendakian di Tambora. Yang pertama dan yang paling banyak diminati adalah jalur dari Desa Pancasila. Inilah satu-satunya jalur untuk bisa mencium puncak Tambora, kira-kira dalam waktu 2-3 hari ke depan.

Jalur ini akan melewati 5 pos pendakian. Selama perjalanan, para pendaki tak hentinya disuguhi tanjakan terjal. Rapatnya pepohonan menyebabkan udara cukup lembab, dan pacet (lintah) bertebaran di dedaunan. Selepas Pos 3, para pendaki akan menemui hutan jelatang atau daun pulus, membentang di dataran penuh pohon pinus.

Jelatang adalah tanaman yang daun dan batangnya ditumbuhi duri-duri halus. Jika terkena kulit, spontan akan terasa gatal dan panas jika disentuh. Katanya, panas dan gatal ini bisa tahan berbulan-bulan lamanya. Walau begitu, para pendaki tak ambil pusing. Pakaian lengan panjang, celana panjang, serta sepatu gunung sudah cukup menangkal sengatan jelatang.

Sementara itu, jalur kedua dimulai dari Desa Doro Peti. Jalur ini biasa digunakan oleh Bupati Dompu dan Gubernur NTT, tak terkecuali Widjadjono, untuk melihat langsung kaldera atau kawah besar yang indah di Tambora. Di desa ini juga terdapat pos Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Indonesia.

Bedanya, para pendaki tak bisa mencapai puncak Tambora dari jalur ini. Dari Desa Doro Peti, perjalanan bisa dilanjutkan menggunakan mobil setidaknya hingga Pos 2. Jika sedang musim penghujan, maka beruntunglah, tanah menjadi gembur dan mobil bisa lanjut ke Pos 3. Pendakian menuju pinggiran kaldera dimulai dari sini.

Baik dari Desa Pancasila maupun Desa Doro Peti, para pendaki akan dipertemukan oleh kaldera yang tersohor ini. Dengan diameter lebih dari 7 kilometer dan kedalaman lebih dari 1 kilometer, kaldera ini menduduki posisi sebagai kawah yang paling besar di Indonesia.

Udara khas dataran tinggi yang menggigit kulit menjadikan bunga Edelweis tumbuh subur di sekitarnya. Gunung di tengah-tengah kawahnya bernama Doro Afi Toi, dalam bahasa Bima artinya gunung api kecil.

Inilah pelepas penat paling ampuh bagi kaki-kaki yang letih. Inilah penghapus keringat yang terus mengucur dari dahi. Inilah keindahan yang dicari oleh Widjadjono, juga para pecinta alam. Bagi para pendaki, Tambora lebih dari sekadar indah. Ia adalah pengingat akan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]