Minggu, 01 April 2012

Me...Hasanuddin Dalimunthe Sang PetuaLang....


KISAH PENDAKI GUNUNG EVEREST

Kisah Pendaki Gunung Everest PDF Cetak E-mail
By : dalimuntheh.blogspot  
minggu, 01 April 2012 22.50
EVEREST merupakan salah satu gunung bersejarah yang beberapa kali pernah menggemparkan dunia. Gempar, karena gunung yang hingga ratusan tahun sulit tertaklukkan para pendaki, akhirnya bisa dicapai. Selain itu, dikatakan gempar karena gunung tersebut telah merenggut puluhan jiwa pendaki yang mencoba menaklukannya. Gunung yang memiliki ketinggian hingga 29.028 kaki dengan cuaca yang mematikan dapat ditaklukkan oleh berbagai tim ekspedisi, tak terkecuali oleh tim Jon Krakauer.
Everest terletak di perbatasan Nepal dan Tibet, yang menjulang bagaikan piramid tiga sisi terbetuk dari es yang mengkilat dan batu berwarna gelap yang carut-marut. Puncak XV-begitulah nama sebelumnya-, menjadi sesuatu yang sangat penting sebagai tantangan bagi pencinta alam dari seluruh dunia.
Hampir setiap musim, para pendaki dari berbagai benua ingin mencoba menaklukkannya. Nama Everest diambil dari nama seorang gubernur pengukuran untuk wilayah India, yakni Sir George Everest. Setelah Everest dinobatkan sebagai gunung tertinggi di bumi, maka orang-orang memutuskan bahwa Everest layak didaki dan dijadikan sebagai pusat penjelajahan di antara gunung-gunung terkemuka di dunia.
Setelah penjelajah Amerika, Robert Peary, menaklukkan Kutub Utara pada 1909 dan Ronald Amundsen memimpin para penjelajah Norwergia menaklukkan Kutub Selatan pada 1911, Everest –yang dijuluki Kutup Ketiga- menjadi objek yang paling menarik dalam dunia penjelajahan. Mencapai puncaknya, kata Gunther O Dyrenfurth-seorang pendaki ternama dan pencatat sejarah pendakian Himalaya- seperti yang dikutip Krakauer, menyatakan “merupakan upaya manusia yang bersifat mendunia, sebuah sasaran yang layak diraih, apapun risiko dan kerugian yang harus dihadapi.”
Dari data himpuan Sikhdar pada tahun 1852, Everest telah merenggut 24 orang korban, dari 15 tim ekspedisi, dan rentang 101 tahun, sebelum akhirnya Everest berhasil ditaklukkan. Menurut pakar geologi, Everest sebenarnya bukanlah gunung yang indah. Namun keanggunan arsitektural yang dimiliki Everest itu diimbangi dengan massanya yang besar dan menakjubkan.
Pada 1924, Everest-kurang 900 kaki dari puncak- dapat ditaklukkan tim ekspedisi dari Inggris, Edward Felix Norton. Prestasi itu benar-benar menakjubkan dan mungkin tak tertandingi hingga dua puluh sembilan tahun kemudian. Namun, tak lama kemudian, mereka berusaha kembali menuju puncak. Hingga akhirnya Mallory-tokoh utama di balik tim ekspedisi pertama- yang menaklukkan Everest, bahkan namanya sering dikaitkan dengan Everest. Pada fase ini, setiap pendaki yang ingin menuju puncak Everest hanya diperkenankan dari Tibet wilayah jalur Utara.
Setelah itu, mulai 1949 hingga sekarang, jalur Selatan (Nepal) mulai dibuka. Para pencinta pendaki mulai mengalihkan perhatian mereka ke jalur selatan puncak Himalaya itu. Pada musim semi 1953, sebuah tim ekspedisi besar dari Inggris, menjadi tim ekspedisi ketiga yang berusaha menaklukkan Everest dari wilayah Nepal dalam waktu selama dua setengah bulan. Hillary dan Tenzing adalah menjadi orang pertama ygberdiri dipuncak gunung Everest pada 1953.
Dengan jalur berbeda sebelumnya, puncak Everest kembali ditaklukkan pada 1963, oleh Tom Horbein, seorang dokter dari Missouri, dan Willi Unsoeld, seorang profesor teologi dari Oregon, melalui wilayah tepi Barat gunung. Jalur ini disinyalir sebagai jalur yang paling berat dilalui, dan dinobatkan sebagai prestasi terbesar dalam dunia pendakian gunung.
Everest di mata pendaki, merupakan tantangan sekaligus kehormatan. Karena tak semua pendaki dapat melakukannya, bahkan tergolong pendaki elit saja yang mampu mengukir prestasi ke sana. Pendaki yang sampai puncak Everest termasuk pendaki yang elit dan cenderung dikomersialkan. Hal inilah yang menyedot perhatian Krakauer untuk mencobanya. Ia ingin menjadi pendaki elit seperti orang-orang sebelumnya. Inspirasinya itu baru terwujud pada 1996.
Ajang komersial pendaki gunung Everest menjadi tak terelekkan. Karena disamping biaya perizinan yang cukup mahal, juga perlu ada jaminan khusus yang menyangkut persedian bahan dan keselamatan yang relatif tinggi. Mendaki Everest tidak hanya mengandalkan “bonek” (modal nekat) dan khayalan belaka, seperti yang terbenak para pendaki tradisional, tetapi memerlukan otak yang pintar dan fisik yang kuat.

''Hidup Sehat dengan Mendaki Gunung''

Hidup Sehat dengan Mendaki Gunung


“Anyone can dream. Anyone can turn their dreams into reality. Just because something is improbable doesn’t mean it’s impossible” – Alan Mallory.
Mendaki gunung, mount climbing, tidak selalu harus diartikan prestasi pencapaian puncak-puncak gunung tinggi. Hiking, camping dan kegiatan semacamnya jika dilakukan di ketinggian sebetulnya sudah bisa dikategorikan sebagai aktivitas mendaki gunung.
Dengan melakoninya, kita bisa banyak mendapatkan pelajaran dari kejujuran alam. Kegiatan ini tidak seseram dengan yang sering kita dengar dan bayangkan, bahkan siapapun bisa melakukannya baik itu anak-anak hingga orang tua. Tentu dengan pola dan porsi yang berbeda-beda.
Dengan melakukan salah satu kegiatan alam ini, manfaat langsung yang bisa kita rasakan ialah dapat menyegarkan jasmani dan rohani.
Pertama, jasmani sehat. Ini karena ketika mendaki gunung, ibaratnya kita melakukan berbagai gerakan olahraga, sehingga organisasi gerakan yang ditimbulkan bisa membuat kuat organ tubuh kita khususnya kadiovaskular. Tentunya kegiatan ini harus disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan fisik seseorang.
Yang kedua, rohani atau jiwa. Alam ini adalah jiwa-jiwa yang tenang, yang menyajikan pemandangan nan indah. Hamparan hutan yang hijau, air jernih bersih mengalir, kawah gunung, hamparan langit biru tak terhalang, kicauan burung liar memecah heningnya sunyi adalah beberapa daya pikat hati kita dalam menyatu dengannya. Maka ia membawa kedamaian dan ketenangan jiwa dan pastinya dapat menjadi kenangan yang tak terlupakan. Terlebih lagi bagi pribadi yang lebih sering menghabiskan waktu di tengah hiruk pikuknya kehidupan kota besar dan rutinitas harian.
Mendaki gunung bukan sesuatu yang berat, namun bukan juga sesuatu yang bisa disepelekan.  Demi nikmatnya berkegiatan di alam terbuka, tentu perlu persiapan dan manajemen perjalanan yang baik. Jika ingin mendapatkan yang terbaik, maka harus dimulai dengan persiapan yang terbaik.
Keterangan gambar: Puncak Mandalawangi, Gunung Pangrango

by: hasanuddin dalimunthe

''Gaya Mendaki Gunung''


Dalam dunia pendakian ada 2 (dua) jenis tehnik/taktik/gaya pendakian, ke-dua jenis taktik tersebut lahir di area pendakian pegunungan yang berbeda. Adalah teknik tersebut :
a.    Himalayan Tactic, tehnik pendakian ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Himalaya di Asia.
b.    Alpine Tactic, tehnik ini lahir di kalangan pendaki pegunungan Alpine di Eropa.
Himalayan Tactic
Para pendaki gunung di kawasan Himalaya, menyiasati kesulitan pendakian gunung-gunung di sana yang menjulang tinggi dengan cara bertahap membangun kemah perantara dan menimbun logistik berupa perlengkapan, alat-alat pendakian serta bahan makanan, kemudian membangun kemah berikutnya sebagai perantara, hingga kemah akhir menjelang puncak.
Tehnik ini membutuhkan waktu pendakian yang lama, peralatan, biaya dan personil yang cukup banyak serta kekuatan fisik yang sangat prima, sebab dengan gaya himalayan ini, pendaki mesti naik turun dari kemah induk menuju kemah-kemah perantara hingga menuju puncak.



Alpine Tactic
Sebaliknya apa yang dilakukan para pendaki dengan menggunakan gaya Himalayan Tactic, Alpine Tactic yang lahir di kawasan pegunungan Alpen, dengan puncak-puncak yang “relatif rendah” kisaran 4000-an meter. Dengan kondisi ini, memungkinkan para pendaki mencapai puncak dengan sekali jalan tanpa harus membuat kemah-kemah perantara atau pulang pergi dari kemah induk.
Namun bukan berarti tehnik ini mudah, para pendaki di haruskan memiliki kemampuan yang baik, termasuk fisik yang prima.  Kemudian alat dan perbekalan disusun se-efisien mungkin agar ringan dan dapat langsung diangkut oleh para pendaki menuju puncak. Dengan gaya Alpine, dibutuhkan alat pendakian, biaya dan waktu yang relatif lebih sedikit.
Sebagai gambaran, kedua tehnik/gaya pendakian tersebut banyak digunakan para pendaki di Indonesia dalam melakukan pendakian gunung-gunung di Indonesia

hasanuddin Dalimunthe

“Peak Performance” Sebelum Mendaki Gunung

Keberhasilan pencapaian puncak sebuah pendakian gunung akan selalu di tentukan dari berbagai aspek, salah satunya adalah aspek Fisik. Pendakian Gunung akan selalu menuntut para “climbers” untuk mempersiapkan diri/fisik yang memadai.  

Pada prinsipnya mendaki gunung dibutuhkan kekuatan dan daya tahan otot tertentu, serta memiliki kapasitas VO2 Max yang baik. Hal ini perlu sekali untuk mengatasi tipisnya oksigen di daerah ketinggian, serta mengatasi beratnya beban yang dibawa (ransel).
Dalam upaya peningkatan performance yang baik, latihan fisik mempunyai periodisasi latihan, yang dapat mendukung para pendaki dalam mencapai keadaan fisik prima yang kita sebut Peak Performance. Berikut 2 (dua) komponen latihan dalam periodisasi :

Volume Latihan :
·         Jumlah seluruh kegiatan yang dilakukan dalam latihan, meliputi waktu dan lama latihan berlangsung.
·         Jarak yang ditempuh atau berat yang diangkat per unit waktu
·         Jumlah ulangan suatu latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu
    
     Intensitas Latihan :
·         Kekuatan dari rangsangan bergantung pada beratnya beban, kecepatan melakukan suatu gerakan dan variasi interval atau istirahat antar ulangan.
·         Intensitas latihan usaha atau tenaga yang diperagakan oleh atlet pada sesi latihan, intensitas latihan adalah tingkat kesulitan daripada suatu latihan.
Kedua komponen tersebut diatas menjadi alat ukur keberhasilan pendaki dalam proses pencapaian Peak Performance tersebut.


Keterangan gambar : Pelari Lintas Alam
By: Hasanuddin Dalimunthe

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]